Selasa, 06 Januari 2009

Rintihan Kalbu

Wahai...izinkanlah aku mengangkat kedua belah telapak tanganku yang tertutup jelaga ini kepada-Mu. Izinkanlah aku menghadapkan wajah kusamku ini demi menatap cahaya Maha Suci-Mu. Walau hati ini selalu merintih dan bertanya lewat lisanku, aku tetap mencintai-Mu. Allahku, Engkau ciptakan aku menurut kadar yang Engkau kehendaki. Hingga aku merasa seperti hilang ditengah kegelapan jiwa...

Wahai sahabat... tak ada yang pasti dalam hidup ini, seperti halnya masalah yang bagai bayangan tubuhku. Tulisan sederhana ini sekedar untuk melepas keresahan bhatinku. Jadi anggap saja seperti halnya curhat bagi yang mau mendengarkan. Wahai sahabat...mungkin benar jika dibilang bahwa firasat adalah bagian dari ketidak pastian hidup. Tapi ia selalu datang dengan pesan yang akhirnya berujung pada kenyataan. Firasat seperti jiwa keduaku. Aku merasa jenuh, capek, takut, benci jika ia mendatangiku. Tapi aku tak berdaya...
Subhanallah, semuanya dimulai sejak aku menginjak usia 12 tahun. Firasat itu selalu mendahului sebelum semuanya terjadi. Saat-saat seperti itu selalu membuatku takut, capek. Dan semakin bertambahnya usia, jiwa keduaku itu seperti semakin menguasaiku. Ketika seorang teman hendak berbuat jahat padaku, aku sudah bisa merasakan bahkan bisa melihatnya melalui mata bhatinku. Ketika aku tertidur, ia datang memberitahu segala rencana jahatnya. Aku tahu, tapi aku tak berdaya untuk membalasnya, aku tak ingin menyakiti orang lain. Ketika kekasihku berpaling, aku juga bisa merasakan dan melihatnya, seperti menonton adegan drama saja layaknya. Ketika akan ada sesuatu permasalahan besar atau kecil, ia datang memberitahuan. Aku takut dan sedih. Jujur...sering aku merasa kecewa pada hidupku. Tapi aku tak berani menyalahkan siapapun apalagi Allahku...Aku hanya sanggup bertanya, Wahai Allah...ada apa ini? kenapa begini? bagaimana ini? Saat ini ia datang kembali. Firasatku itu membawa pesan tentang kekasih yang sedang bermesraan dengan sahabatku, juga pesan tentang Ibuku dikampung halaman, wajah yang semakin tua itu seperti menatap kearahku dengan pandangan sedih. Aku tak kuasa meneruskannya. Aku lelaki namun (mungkin) Allahku menciptakanku dengan kadar yang rendah... Saat ini aku takut untuk pergi tidur. Aku takut ia datang lagi.